“Kepada para pembuat tifo, yuk kita bisa menyajikan tifo tanpa terlalu menyindir, visual yang menjatuhkan dan menghina lawan kita.”
Quote di atas adalah salah satu bukti mengapa Febru Danar Surya, atau yang biasa dipanggil Aru, menjadi sosok yang dipercayakan untuk menekel proyek tifo Timnas selama berlangsungnya Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia.
Mas Aru dan tim kreatifnya di Sultan Design menggandeng kerja sama dengan La Grande Indonesia demi mengukir sejarah, memadukan seni dan olahraga menjadi satu agar menjadi cerminan cinta masyarakat Indonesia terhadap dunia sepak bola. Dari kerja sama tersebut, lahirlah karya tifo-tifo monumental yang kita telah saksikan selama beberapa bulan belakangan.
Karya-karya tifo tersebut telah menuai pujian dari berbagai kalangan. Mulai dari fans hingga netizen mancanegara yang menilainya sebagai bukti kreativitas tinggi anak-anak bangsa. Dari pencapaian ini pula, popularitas Mas Aru dan Sultan Design makin melambung.
Volix berkesempatan untuk bincang-bincang dengan Mas Aru lewat wawancara daring pada Selasa (3/6) untuk mengenal lebih dekat sang maestro ilustrasi tersebut. Mencari tahu bagaimana ia akhirnya mendirikan Sultan Design hingga bergabung dengan proyek tifo Timnas.
Dari wawancara ini, mulai terlihat bagaimana sosok kreatif ini tak hanya bertalenta dalam mengubah ide menjadi seni, namun juga bagaimana cintanya terhadap seni dapat terus membantunya melawan tantangan zaman. Dengan segala ancaman yang berpotensi untuk menghancurkan bisnis pekerja-pekerja seni di dunia.
Awal Mula

Mas Aru berasal dari daerah Bantul, Yogyakarta, tepatnya Banguntapan. Di sana, ia tumbuh menggemari aktivitas menggambar dan menghasilkan karya-karya ilustrasi.
Mas Aru mengaku tidak menempuh pendidikan tinggi di perguruan tinggi manapun, namun hal tersebut tidak menghentikannya untuk terus mengasah skill-nya demi menjadi seorang ilustrator handal. Mas Aru mempelajari kesenian tersebut sendiri bersama kenalan-kenalannya.
Salah satu sosok yang menjadi inspirasi Mas Aru dalam berkarya yaitu Mas Anang, seorang ilustrator terkenal dari Semarang yang memiliki studionya sendiri yakni Second Syndicate. Lambat laun, Mas Aru akhirnya mampu mendirikan studionya sendiri yang dinamakan Sulltan Design.
Awalnya, Sultan Design banyak menerima komisi untuk beragam hasil jadi. Dari ilustrasi hingga merchandise dan kartu nama. Semakin kesini, mereka mulai mengerucutkan menunya menjadi merchandise, poster, dan ilustrasi.
Sultan Design kini sudah berkembang cepat dan bahkan mampu menampung anak-anak magang. Mas Aru dan timnya sering membawa anak-anak didik tersebut untuk “studi tur” ke Second Syndicate, di mana mereka dan tim Mas Anang menjalin hubungan profesional yang erat hingga kini.
Popularitas Sultan Design pun mencapai puncaknya sejauh ini pada November 2024, saat mereka mulai terlibat dalam salah satu proyek terbesar, dan bahkan terpenting, sepanjang usaha mereka.
Menggandeng La Grande

Salah satu komunitas pecinta sepak bola Indonesia terbesar dalam negeri, La Grande Indonesia, tengah mencari tim kreatif yang paling kompeten untuk membantu mengerjakan proyek terbaru mereka: pembuatan tifo raksasa Timnas untuk laga kontra Jepang dalam Kualifikasi Piala Dunia 2026 pada November 2024 di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK).
Satu demi satu, calon-calon seniman tereliminasi karena kurangnya kepercayaan La Grande terhadap kompetensi mereka. Pada akhirnya, mereka menemukan Mas Aru dan Sultan Design sebagai kandidat yang paling cocok untuk terlibat dalam proyek tersebut.
La Grande menghubungi langsung pihak Sultan Design dan menjelaskan rencana mereka. Setelah Mas Aru dan tim mempresentasikan diri, La Grande merasa terkesan dan kemudian meresmikan kerja sama perdana mereka tersebut. Ini juga menandakan pertama kalinya Sultan Design terlibat dalam proyek penggarapan tifo raksasa.
La Grande banyak membantu dalam proses ideasi/konsepsi, tentang bentukan ilustrasi serta nilai dan pesan apa saja yang akan diselipkan dalam tifo tersebut. Mereka juga terbukti sangat kompeten dalam mengonversi ilustrasi yang dibuat Sultan Design menjadi tifo raksasa tanpa merusak visi ilustrasi tersebut, dalam kata lain: eksekutor sempurna.
Terakhir, mereka tak lupa mengirim desain-desain tersebut kepada pihak PSSI untuk dinilai bersama, apakah cocok atau tidak untuk dipamerkan di hadapan mata dunia kelak.
Berikut merupakan tiga ilustrasi yang telah dikerjakan Sultan Design bersama La Grande:
1. Tifo Laga Kontra Jepang – “Gundala Vs Godzilla”

Bentukan ilustrasi: Gundala melawan Godzilla, dengan potongan lirik ‘Untungnya ku tak pilih menyerah’.
Filosofi: Gundala, superhero Indonesia yang hadir sebagai sosok underdog, menumpas kejahatan dan ketidakadilan sistem dengan kekuatan supernya. Walau kecil, Gundala tidak pantang menyerah menghadapi lawannya yaitu Godzilla, ikon negeri matahari terbit yang ukuran dan kekuatannya setara dengan alam itu sendiri.
Potongan lirik “Untungnya ku tak pilih menyerah” dari lagu Bernadya Untungnya, Hidup Harus Terus Berjalan mencerminkan rasa semangat Timnas untuk menghadapi raksasa sepak bola Asia yakni Jepang.
2. Tifo Laga Kontra Bahrain – “Show Your Dignity!”

Bentukan ilustrasi: Garuda raksasa dengan tulisan “Show Your Dignity!”, latar belakang pegunungan Jaya Wijaya.
Filosofi: Sebagian besar didorong oleh semangat membara fans bola Indonesia untuk balas dendam terhadap Bahrain setelah match pertama mereka yang berakhir dengan skor kontroversial.
La Grande dan Sultan Design mengedepankan Garuda sebagai lambang nasional Indonesia, ditambah tulisan “Show Your Dignity!”/”Tunjukkan Martabatmu!” sebagai pesan yang mewakilkan perasaan fans bola Indonesia tanpa menyerang lawan secara frontal dan tidak sopan.
3. Tifo Laga Kontra Cina – “Battle with Honour”

Bentukan ilustrasi: Pejuang/warrior tanah air yang mendobrak dan mengobrak-abrik the Great Wall of China.
Filosofi: Menekankan sense of honour atau kehormatan dalam perang, karena tanpa kehormatan tak akan ada kemenangan yang murni. Sang pejuang dibalut dengan atribut-atribut yang terinspirasi dari berbagai daerah di Indonesia. Tameng dari suku Dayak berbalut kain ulos dari tanah Batak, sentuhan budaya Jawa di kepala, hiasan budaya Papua di pergelangan tangan, dan senjata khas Maluku.
Pasca Timnas
Mas Aru dan Sultan Design banyak mendapat sorotan publik setelah karya-karya tifo mereka dijembrengkan di Stadion GBK selama tiga pertandingan.
Saat laga Jepang, tifo mereka mendapat sorotan dari Bumilangit, studio pemilik hak cipta Gundala, serta Joko Anwar, sutradara di balik film Gundala yang menginspirasi ilustrasi Gundala tersebut. Netizen Jepang juga banyak memuji tifo tersebut karena dinilai artistik dan mencerminkan jiwa sportivitas fans Indonesia.
Selebihnya, jumlah followers Sultan Design di medsos juga meningkat pesat, begitu pula jumlah komisi mereka. Tak sedikit yang mengajak mereka untuk kerja sama dalam pembuatan tifo, salah satu contohnya yaitu untuk perayaan B2B Persib Bandung.
Tak ingin berhenti di situ, Mas Aru berharap Sultan Design dapat bekerja sama dengan pihak-pihak lain untuk penggarapan tifo dan ilustrasi sepak bola ke depannya. Pengalaman kerja sama dengan La Grande memberi mereka kepercayaan penuh dari PSSI alias instansi pengelola sepak bola tertinggi di Indonesia, dan dari situlah standar baru mereka dibentuk.
Kesan dan Pesan

“Sultan Design sangat berterima kasih kepada La Grande. Selain mengukir sejarah, kita mengukir kenangan juga,” ujar Mas Aru.
La Grande tidak memercayai Sultan Design tanpa alasan yang baik. Kemampuan mereka untuk berkreasi sambil mementingkan etika dan semangat sportivitas menjadikan mereka kandidat terbaik untuk memamerkan citra negeri ini lewat tifo-tifo tersebut.
Mas Aru berharap mereka dapat menjadi contoh baik bagi para pegiat seni di luar sana yang juga ingin menggarap tifo-tifo mereka sendiri. Keindahan ilustrasi sangat penting dalam penggarapan desain tifo, etika dan kesopanan juga tak kalah pentingnya.
“Kepada para pembuat tifo, yuk kita bisa menyajikan tifo tanpa terlalu menyindir yang menjatuhkan dan menghina lawan kita.”
Tak berhenti di situ, Mas Aru juga membahas sedikit soal ancaman AI-generated art yang dapat membunuh bisnis-bisnis ilustrator di luar sana. Dalam hal ini, saran yang ia beri yaitu agar para pegiat seni untuk dapat terus berinovasi melebihi kemampuan mesin.
Inovasi dan determinasi menjadi salah satu faktor pembeda antara manusia dan mesin. Apabila orang-orang dapat terus berjuang dan tidak banyak menghabiskan waktu untuk mengeluh soal ancaman AI, maka mereka dapat terus menghidupi bisnis masing-masing sambil mengarungi dunia modern dengan segala tantangannya.
“Untuk para pekerja ilustrator/desain grafis, kita bisa kuat dan bersaing melawan AI apabila kita menghadirkan inovasi-inovasi baru. Kalau kamu banyak mengeluh, kamu yang akan mematikan bisnismu sendiri.”
Alih-alih hasil kerja mesin tak bernyawa, Mas Aru dan Sultan Design lah yang berperan dalam mengukir sejarah yang akan terus dikenang oleh jagad sepak bola Indonesia serta dunia.
Ikuti terus perjalanan berkarya Mas Aru dan Sultan Design lewat IG/sultan_design.
Baca juga: wawancara eksklusif bersama penulis screenplay film Jumbo, Widia Arifianti.
