'}}
Mengenal Shane Tortilla: Seniman Muda Wakil Tunggal Indonesia di Kompetisi Art Tokyo LIMITS 2024
September 29, 2024

Nama Shane Tortilla seharusnya sudah tidak asing lagi di kalangan komunitas peminat seni di Indonesia, terutama di Jakarta.

Seniman muda satu ini telah menghabiskan kurang lebih delapan tahun terakhir meninggalkan jejaknya di lingkup kesenian Jakarta, membangun reputasinya sebagai salah satu seniman muda paling berbakat di Indonesia.

Mulai dari ilustrasi 2D biasa hingga 3D, mural art dan animasi, Shane telah mengasah kemampuannya demi menjadi seniman serba bisa. Talentanya telah dilirik oleh berbagai pihak dan dirinya sudah berkolaborasi dengan brand-brand ternama yang alhasil semakin melambungkan namanya.

Kali ini, Shane bertekad untuk mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional sebagai satu-satunya wakil tanah air di  LIMITS, sebuah kompetisi seni yang siap digelar di Tokyo, Jepang pada penghujung awal Oktober 2024. Semua mata tertuju kepada Shane yang akan berhadapan dengan kontestan-kontestan dari negara lain.

Sebelum itu, Volix telah berkesempatan untuk bincang-bincang dengan Shane pada Kamis (19/9) untuk mari kilas balik perjalanan hingga dirinya berhasil mencapai titik ini. 

Mari kita tengok bagaimana seorang Shane Tortilla berhasil melampaui ekspektasi dan tekanan orang tua hingga ia berhasil mengukir jalannya sendiri.

Latar Belakang 

<em>Via Instagramshanetortilla<em>

Di usianya yang ke-29 tahun, perempuan bernama asli Shane Tiara ini sudah percaya diri menjalani karirnya sebagai full-time freelance artist. Ia telah menoreh segudang prestasi berkat pilihan karirnya tersebut, tentunya dibantu oleh latihan bertahun-tahun.

Namun, hal tersebut tidak ia raih dengan mudah. Seiring tumbuh dewasa, Shane selalu mendapat kritisi dari orang tuanya yang dulu belum menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada Shane sebagai seorang seniman.

“Kedua kakak ku masuk jurusan hukum, dan sebagai anak terakhir yang pemberontak, saya memilih seni sebagai pendidikan dan karierku,” ujar Shane.

“Aku berselisih dengan bapakku, dan harus membayar uang kuliah untuk semester yang tersisa.”

Selama tumbuh dewasa, Shane mengaku lebih gemar belajar menggambar dan melukis secara otodidak lewat internet. Hal tersebut dibantu oleh keinginan kerasnya untuk mendalami ilmu kesenian. Ia mulai bergabung dengan berbagai komunitas kesenian dan membagikan karya-karyanya lewat situs-situs seperti Deviantart.

Saat menempuh studi S1 di Universitas Bina Nusantara (Binus), Shane memilih untuk mendalami ilmu kesenian lewat jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) atau Desain Grafis. Pilihannya tidak sejalan dengan keinginan orang tua, dan maka itu Shane harus membantu membayar uang kuliahnya sendiri yang tidak sepenuhnya ditanggung oleh orang tuanya.

Pada 2014, Shane beruntung menemukan pekerjaan sebagai colorist komik di sebuah perusahaan lokal kecil bernama Kolam Komik. Upah yang ia dapatkan dari kerjanya tersebut membantunya membayar biaya kuliah. 

Dua tahun kemudian, Shane mendapat pekerjaan kedua sebagai desainer grafis di Kosmik, sebuah perusahaan komik lokal. Di tahun yang sama, ia menerbitkan komik pertamanya, ‘Ponytale’, bersama seorang penulis bernama Galang Larope. 

Tak berhenti di kesenian desain grafis, Shane mulai merambah ke pembuatan mural dan graffiti. Ia bahkan sampai meninggalkan orat-oret graffiti di berbagai jalanan di Asia sejak 2014, dan sejak 2016 ia mulai menekuni bidang tersebut dan menjadikan muralis sebagai salah satu profesinya.

Di momen kelulusannya pada 2018, proyek akhirnya dinominasikan sebagai proyek akhir terbaik di program lulusan universitas yang bernama “Fresh ‘n Brite 2018.” Sejak itu, Shane mulai terdorong untuk membangun karir sebagai seorang seniman, mau itu untuk perusahaan maupun freelance.

Art Style

<em>Via Instagramshanetortilla<em>

Shane terinspirasi oleh kegemarannya terhadap anime-anime dan komik Jepang yang pada akhirnya memengaruhi gaya seninya. Kartun Jepang seperti Pokemon menjadi salah satu karya Jepang yang paling diminati oleh Shane sejak kecil, maka itu gaya seninya yang banyak meliputi unsur-unsur berwujud monster layaknya karakter Pokemon.

Dua seniman ternama yang menjadi sosok inspirasi baginya yaitu James Jean, seorang visual artist yang karyanya selalu dalam bentuk skala besar, serta Bryan Lee O’Malley, seorang kartunis dan sosok di balik komik ‘Scott Pilgrim’. Walaupun kedua orang tersebut memiliki gaya seni yang berlawanan, Shane tetap menarik inspirasi dari karya-karya mereka untuk menggarap gaya seninya sendiri.

“Aku selalu tertarik dengan estetika komik Jepang, Amerika Utara, dan Eropa, dan telah menemukan cara untuk menggabungkan semuanya dalam karyaku. Aku suka bereksperimen dengan warna-warna bernuansa cool-toned, yang menambah “sophistication” dan “playfulness” yang unik pada karyaku,” jelas Shane.

Secara keseluruhan, gaya seni Shane ia deskripsikan sebagai “childish” namun “dark”, dan hal tersebut menurutnya menciptakan ekspresi artistik yang menarik. Shane tidak salah memilih Jean dan O’Malley sebagai dua sosok figur yang paling menginspirasinya sampai memengaruhi cara Shane menggarap gaya seni campur aduknya tersebut.

Work and Collabs

Sejauh ini, karya yang paling Shane banggakan yaitu seni yang ia baru-baru ini hasilkan berkolaborasi dengan Hoyoverse. Karya tersebut terpajang di sekujur tembok M Bloc Space, Jakarta Selatan dengan panjang 10 meter yang kini dapat dijumpai siapa saja di sana.

<em>Via Instagramshanetortilla<em>

Selebihnya, kepiawaian Shane dalam membuat seni dalam berbagai skala dan bentuk membuatnya target kerja sama yang menggiurkan bagi berbagai brand ternama. Beberapa yang sejauh ini telah memercayai jasa Shane yaitu: Gramedia, Asus, Converse, Vans, Lazada, BBC, Mobile Legends Bang Bang, PUBG, XL Axiata, USS, Secret Walls x Comic Con Indonesia, dan masih banyak lainnya.

LIMITS

Pada 5-6 Oktober 2024, Shane akan turut serta dalam “LIMITS”, sebuah digital art championship yang didirikan oleh Tomoo Ohyama di Osaka, Jepang pada 2015.

Tahun ini, Limits baru membuka kesempatan bagi Indonesia untuk mengirim kontingen agar dapat menguji kemampuan mereka bersama perwakilan dari negara lainnya termasuk dari Jepang. Shane mendapat kehormatan untuk menjadi perwakilan pertama dan satu-satunya dari Indonesia dalam Limits tahun ini.

“Aku dapat kabar ini sebenarnya dari my previous boss. Dia mengajak aku untuk ikutan ini,” ungkap Shane.

“Dengan segala keajaiban, aku lolos seleksi dan menjadi representatif Indonesia pertama dalam LIMITS.”

<em>Via limitsjp<em>

Shane akan diterbangkan langsung ke Tokyo untuk menjalani pertandingan. Selama proses penggarapan seni digital, kinerja Shane akan disiarkan secara live selama kurang lebih 20 menit di hadapan para penonton. Ia akan beradu skill dengan 15 kontestan lainnya dari seluruh dunia.

Shane merupakan satu dari dua perwakilan dari Asia Tenggara yang turut serta dalam Limits, satunya lagi dari Singapura. Mereka menjadi kontestan awal yang mewakili langkah pertama LIMITS untuk melebarkan jangkauan mereka ke seluruh dunia, di luar Jepang.

Walau merasa deg-degan, Shane berharap ia mampu mengharumkan nama Indonesia di ajang tersebut. Dirinya juga sudah merasa sangat beruntung sudah dapat lolos seleksi dan diberi kesempatan untuk menunjukkan talentanya di hadapan mata dunia.

Pesan dan Refleksi

<em>Via Instagramshanetortilla<em>

Karir Shane sejauh ini telah mengantarnya jauh di masa-masa perselisihan dengan orang tuanya yang pada saat itu memiliki ekspektasi berbeda untuk anak bungsunya. Shane kini sudah membuktikan dirinya bahwa berbeda bukan berarti menjadi suatu kejanggalan yang patut dihindarkan.

Di luar pembuktian tersebut, Shane juga telah memanfaatkan waktu yang ia miliki untuk membagikan ilmunya kepada orang sekitar, terutama bagi yang ingin mengikuti jejaknya.

“Beberapa kali aku menjadi tamu assesor untuk kelas seni di SMA dan juga membuka workshop ilustrasi untuk umum. Tetapi memang aku ada niat dan sedang berupaya untuk membuat space hub yang bisa sering menyelenggarakan workshops dan sharing sessions khususnya untuk perempuan yang ingin belajar atau mendalami street art,” jelas Shane.

Ia menekankan bahwa masih banyak lagi yang ia harus pelajari, namun ia tetap terbuka untuk mengajar orang lain apa yang sudah ia ketahui perihal kesenian.

Terakhir, ia berpesan kepada semua yang mengejar karir di bidang kesenian untuk terus berkarya dan tetap konsisten. Kisah Shane merupakan salah satu yang menceritakan kegigihan seseorang dalam mengejar impiannya walau orang sekitar belum tentu menaruh kepercayaan sepenuhnya pada kita. 

Apabila konsisten, kesuksesan hanya tinggal menunggu waktu. Dari kesuksesan itu pula, kita dapat mengantar orang lain ke arah yang sama kelak.

Consistency is key! Teruslah menggambar dan terus update online portfolio kamu. Jangan terpaku dengan engagement atau mengejar viral karena kamu akan dapat waktu bersinar dalam langkah kamu sendiri bila kamu konsisten. Di dalam dunia seni: kerja keras tidak akan mengkhianati hasil.”

Ikuti perjalanan karir Shane yang pernuh warna lewat IG/@shanetortilla dan https://linktr.ee/shanetiara


See other posts

'}}
Garuda Indonesia akan Luncurkan Pesawat Pikachu
'}}
Sebastian Stan Akan Memerankan Donald Trump Muda dalam Biopik The Apprentice
'}}
XXX by Leon Goldstein: Basement Club di Lokasi Legendaris Jakarta Pusat