Ternyata ada hal yang lebih mengerikan di dunia perkencanan dibandingkan ghosting dan gaslighting, yakni gabungan keduanya atau "ghostlighting".
Dilansir dari Women's Health Magazine, ghostlighting adalah perbuatan tidak menyenangkan dalam perkencanan yang baru-baru ini terdeteksi oleh para ahli psikologi. Partner yang melakukan "ghostlightning" tidak hanya menghilang tanpa penjelasan, namun juga melakukan teknik manipulasi untuk membuat korbannya merasa bersalah atau bereaksi berlebihan.
Mari kita bayangkan skenario berikut ini: Anita sedang dekat dengan Andi. Mereka kerap chat malam-malam sampai deeptalk. Akan tetapi suatu hari Andi menghilang, tidak membalas chat Anita. Dia hilang tanpa kabar sampai seminggu. Anita yang patah hati pun mengirim pesan ke Andi untuk minta penjelasan. Tapi, balasan Andi malah bikin Anita tambah sakit hati: "Lebai amat sih, kan kita nggak pacaran."
Ghostlighting bisa membuat korbannya bingung, terobsesi, dan merasa rendah diri. Korban juga jadi merasa bahwa perasaannya tidak valid, dan tidak pantas merasa marah atau sedih.
Manipulator ghostlighting membuat korbannya merasa bersalah dan pantas ditelantarkan. Mereka juga tidak berempati atas perasaan korbannya, dan tidak berusaha membuat korbannya merasa lebih baik walau pun hubungan mereka didasari hubungan romansa.
Perbuatan ini bukan hal baru, namun menurut para ahli maraknya komunikasi digital berperan penting dalam terjadinya ghostlighting. Contohnya, kemudahan platform chat dan dating apps membuat percakapan menjadi cepat menjadi mendalam, namun mudah pula untuk memutusnya. Selain itu, orang sering lupa bahwa mereka sedang bercakap-cakap dengan manusia yang memiliki perasaan dan kehidupan, bukan hanya dengan gawai saja. Hal ini membuat orang-orang yang bercakap-cakap lewat platform chat amat mudah lupa untuk memanusiakan lawan bicara kita lewat gadget.
Jika kamu merasa menjadi korban taktik ghostlighting, para ahli psikologi menyarankan untuk segera mengakhiri hubungan. Kamu harus berusaha untuk move on dan stop menyalahkan diri sendiri. Yang harus disalahkan tentu saja adalah pelaku ghostlighting, bukan korbannya.