Beberapa tahun belakangan, bisnis kedai kopi menjamur di kota-kota besar Indonesia. Daerah dengan populasi pekerja muda dan mahasiswa yang besar seperti Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Bali, dan lain-lain disesaki ratusan coffee shop yang menawarkan berbagai menu menarik dengan rentang harga beragam.
Menurut penelitian dari platform bisnis LandX, jumlah gerai kopi di Indonesia meningkat drastis hingga 3 kali lipat dari 1083 gerai di 2016 ke 2937 gerai di 2019, sedangkan jumlah konsumsi kopi naik tajam hingga 250% dari 2014 ke 2021. Menurut data ini, peningkatan bisnis kopi didorong oleh berbagai faktor antara lain meningkatnya daya beli konsumen, perkembangan strategi promosi online dan jasa antar yang lebih efektif, bahan baku yang mudah didapatkan di Indonesia sebagai salah satu negara penghasil kopi terbesar di dunia, serta budaya nongkrong yang populer di kalangan anak muda. Dengan semua faktor pendukung ini, tentu saja banyak pebisnis yang tergiur harumnya bisnis kedai kopi di daerahnya masing-masing.
Akan tetapi, memulai bisnis di tengah lautan pesaing adalah tantangan yang tidak main-main. Ada banyak strategi yang harus dilakukan supaya bisnis kopi kamu tidak tenggelam, terus bertahan, dan akhirnya berkembang. Volix bertemu dengan Astrid Kusumadewi, brand manager kedai kopi % Arabica, jenama asal Jepang yang menjadi salah satu unggulan dalam perlombaan bisnis specialty coffee di Indonesia saat ini.
Menurut Astrid, ada banyak faktor yang membuat % Arabica melaju kencang di dalam negeri walau gerai pertamanya baru masuk Indonesia di awal 2021. “Yang bisa dipelajari dari etos kerja ala Jepang di sini mungkin adalah attention to detail, ya,” ujarnya dalam wawancara pada Rabu (7/6) di gerai % Arabica cabang Gunawarman, Jakarta Selatan.
Di bawah ini adalah berbagai detail menarik yang dari bisnis kopi a la % Arabica yang bisa diaplikasikan jika kita ingin buka kedai kopi sendiri.
Kualitas Kopi Tanpa Kompromi
Yang paling esensial dari sebuah kedai kopi tentu saja terutama adalah kualitas kopi yang disajikan. Sesuai dengan namanya % Arabica hanya menjual kopi terbaik dari biji kopi jenis Arabica yang diseleksi dari seluruh dunia.
“Pendiri kami, Kenneth Shoji, punya jadwal untuk keliling dunia tiap tahun demi sourcing biji kopi terbaik untuk memasok toko,” ujar Astrid. Green beans pilihan dari seluruh dunia didatangkan ke setiap kota di mana Arabica membuka cabang. Di Jakarta, green beans dipanggang di gerai Gunawarman untuk kemudian diedarkan ke gerai-gerai lain seperti di ASHTA District 8, Central Park, dan Plaza Indonesia. Dari sejak proses roasting hingga disajikan kepada pembeli, umur biji kopi tidak boleh lebih dari 7 hari.
“Beans yang udah dipanggang lebih dari 7 hari buat kami kualitasnya sudah amat turun. Bisa dibilang sudah basi,” ujar Astrid.
Selain itu, % Arabica hanya berfokus pada sedikit menu saja. “Tapi kami sajikan dari bahan yang terbaik dan lewat proses yang tidak mudah,” ujarnya. “Kami ngga bikin frappe atau minuman yang terlalu banyak gula, soalnya kami ingin fokus di rasa kopi itu sendiri.”
Jumlah menu makanan dan minuman di % Arabica memang bisa dihitung dengan jari, namun semuanya dipikirkan dengan baik. Teh hijau yang digunakan untuk es krim soft cream bersertifikasi ceremony grade dari Jepang, sedangkan roti baguette dan croissant yang menjadi pendamping minuman dibuat segar setiap pagi di gedung fasilitas perusahaan.
Berfokus pada sedikit resep dan mengembangkannya hingga mencapai kesempurnaan adalah metode pengembangan brand yang ampuh. Hal ini bisa diadopsi tidak hanya oleh pebisnis dengan modal sebesar % Arabica, namun bagi pengusaha F&B dari berbagai level.
Investasi Tinggi pada Pegawai
Pegawai adalah ujung tombak setiap bisnis, maka setiap pengusaha harus siap menggelontorkan investasi untuk meningkatkan kualitas pegawainya. Senada dengan hal ini, % Arabica memiliki anggaran sendiri untuk pengembangan pegawai karena untuk menangani biji-biji kopi premium, mereka tidak bisa mempercayakan aset paling berharganya ini pada sembarang tangan.
Menurut Astrid, para pegawai % Arabica digembleng di markas besar mereka di Kyoto, Jepang selama beberapa bulan. Para roaster dan barista harus lulus pelatihan yang berat a la Jepang untuk bisa memenuhi standar % Arabica. Walau berat, pelatihan ini mengajarkan mereka untuk tetap tabah dan tekun, tetap berpikiran positif, juga mengokohkan persahabatan dengan sesama pegawai.
“Itu teman saya nangis bareng di pojokan waktu [pelatihan] di Kyoto,” kata Astrid terkekeh, menunjuk seorang roaster yang sedang memanggang kopi di depan mesin roasting. “Tapi kalau ngga ada pelatihan itu, mungkin kami nggak akan bisa survive ketika menghadapi antrian customer yang gila-gilaan waktu opening dulu.”
Membaca Pelanggan, Membaca Lingkungan
Selain menjaga kualitas dagangan dan berinvestasi pada pegawai, pengusaha kedai kopi harus pandai-pandai memetakan pelanggan dan menempatkan diri pada lingkungan tempat ia bergerak.
Astrid mengatakan setiap pelanggan % Arabica punya selera yang unik, dan setiap barista harus bisa mengakomodasi preferensi pelanggan dengan menanyakan apa yang mereka suka.
“Kita anggap semua orang spesial dan punya seleranya masing-masing. Setiap kali ada pelanggan pasti mereka akan ditanyai, mau black atau with milk? Lebih suka yang balance, chocolaty, full-bodied, atau sweet fruity?” lanjutnya. “Tiap orang punya preferensinya sendiri. Kalau mau balance, kami akan tawarkan blend kami. Kalau mau fruity kami akan tawarkan single origin yang lebih sesuai sama taste profile mereka.”
Akan tetapi, menurut Astrid, satu kelompok pelanggan punya polanya seleranya sendiri. “Orang Indonesia banyak yang suka rasa manis yang tinggi. Kalau mereka suka yang seperti itu, kami akan rekomendasikan Spanish Latte yang isinya kopi, susu, dan sirup Spanish base dari resep rahasia kami,” katanya. “Kalau pelanggan ekspatriat biasanya mereka ambil kopi hitam dan baguette yang bikin kenyang.”
Rata-rata pelanggan akan menghabiskan Rp100.000 hingga Rp200.000 dalam sekali kunjungan. Banyak yang mengunjungi gerai Gunawarman untuk bekerja, berjumpa teman, atau bahkan business meeting. Untuk mengakomodasi para pelanggan yang suka duduk berlama-lama, % Arabica merancang interior gerainya dengan vibe yang tenang, simpel, dengan dominasi earth tone seperti putih dan cokelat.
“Kami gunakan banyak unsur kayu dan banyak cahaya matahari supaya kesan tropisnya juga dapat. Selain itu kita atur supaya tetap banyak tanaman di dalam ruangan walau ada keterbatasan tempat,” kata Astrid. Pelanggan yang datang sendiri untuk bekerja sambil ngopi biasanya duduk di lantai dua, duduk di stool bar yang menghadap ke jalan raya atau ke arah roastery yang diletakkan di tengah-tengah ruangan. Untuk mengakomodasi mereka, % Arabica juga menyediakan banyak colokan listrik supaya pelanggan betah duduk bekerja berlama-lama.
Nah setelah belajar dari pakarnya, apakah kamu sudah berani untuk buka sendiri kedai kopi impianmu?